Wartawan Yang Baik

Febrian Setyo Yuwono
setyo_febrian@yahoo.co.id ,-

            Secara singkat wartawan yang baik adalah wartawan yang mampu memberi perubahan kepada kebaikan. Seperti terhadap pengetahuan, pendidikan maupun moral masyarakat. Moral adalah tonggak kehidupan hidup berbangsa bernegara, yang kadang mudah sekali goyah oleh suatu berita yang membuat moral tersentuh. Misalkan isu agama yang dilebih-lebihkan dalam pemberitaan, sehingga dapat menimbulkan rasa tak suka kepada agama yang dimaksud dalam hal pandangan masyarakat.

Saya setuju dengan apa yang digagas Arpan dan Rochady (1988 : 50-62) yang memberikan penjabaran tentang wartawan yang baik dalam membuat suatu berita. Pertama. Bahasa. Syarat pertama menjadi wartawan yang baik adalah penguasaan bahasa yang baik. Wartawan harus tahu segala aspek bahasa dan penggunaannya sedemikian rupa bagi kelancaran mengemukakan apa yang dikehendaki untuk diketahui orang. Untuk itu, seorang wartawan harus banyak berlatih menulis untuk mencapai kecakapan menulis.

Kedua. Ilmu Jiwa Kemanusiaan. Ilmu jiwa kemanusiaan juga merupakan hal yang mutlak diketahui wartawan, karena wartawan sendiri adalah bagian dari masysrakat. Dari ilmu jiwa kita dapat mengetahui mengapa orang menjadi takut terhadap sesuatu, mengapa orang dapat tertawa, mengapa orang pada suatu saat menunjukkan gejala menyendiri, dan banyak lagi hal mengenai perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat penting karena pekerjaan wartawan itu justru berada di tengah-tengah kegiatan manusia sebagai bahan yang perlu diolah. Wartawan harus tahu bagaimana menghadapi reaksi tertentu dari orang-orang. Baca lebih lanjut

Literasi Media dan Era Digital

Di era serba digital dan dijejali dengan bebagai informasi, otak kita secara massive dipicu untuk selalu berinteraksi dengan data, bukan hanya sekedar menerima, namun kita dituntut untuk menerjemahkan, memahami dan bahkan mengejawantahkannya. Tanpa disadari, kita “memutar otak” secara terus menerus untuk menghindari disonansi kognitif. Alhasil, tone berfikir kita bisa jadi berakhir impulsive atau manasuka, dan individualis bahkan mungkin saja terisolasi dan terputus sebagai manusia yang interdependen.

Internet dan media sosial dirancang untuk menghubungkan antar individu dengan individu yang lain, dan dengan efisiensi yang brilian, manusia benar-benar terhubung. Kita secara maya terhubung dengan individu – individu melalui perantara kata-kata, phrase, kalimat, foto, video, warna dan cahaya serta suara. Sebagian dari kita kadang tak peduli akan hakekat media sosial, barangkalai ada yang bergabung hanya sekedar hiburan, sebagai wadah untuk mengisi waktu senggang dan sebagian lainnya bergabung dengan tujuan tertentu misal mempererat koneksi profesi, berbagi gagasan dan masalah baik personal maupun akademik, mempertegas subjektifitas gagasan walau hanya sekedar “likes, retweets, shares, dan comment,” bahkan media sosial sebagai wadah gerakan politik dan ideologi. Apapun pengejawantahan sebuah media sosial, hakekatnya adalah identitas. Manusia butuh eksis dan narsis.

Disadari atau tidak, dunia kini seolah-olah berada dalam genggaman tangan.Dua dekade yang lampau, internet di indonesia mungkin hanya bisa dinikmati melalui PC yang tersimpan di ruang kerja kantor atau rumah. Trend kemudian berubah menjadi portable dengan datangnya laptop dan kini internet bisa diakses secara dinamis dengan menjamurnya smartphone dan tablet. Kita mampu melihat dunia dimana saja dan kapan saja tepat didepan mata secepat mata berkedip. Ketika kita bertanya-tanya akan salah satu fenomena tertentu, kita akan dengan cepat menelusurinya untuk sebuah jawaban. Peralatan virtual tersebut menciptakan teritorial tanpa batas untuk siapapun. Baca lebih lanjut

Tradisi Kuliah Murah Terancam

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN SUKA) merupakan salah satu perguruan tinggi islam yang terkemuka di Indonesia. Perguruan tinggi yang dikenal memiliki banyak akreditasi ini di pandang sebagai pilihan favorit calon mahasiswa baru yang akan menempuh studi lanjut. Salah satunya karena faktor murah. Sementara ini, UIN SUKA menetapkan biaya SPP sebesar 600 ribu. Biaya yang sangat murah dibandingkan dengan Universitas lain yang memberlakukan biaya sistem SKS. Mahasiswa hanya membayar uang masuk sebesar 2,3 juta. Termasuk didalamnya SPP selama 1 semester.

Sepertinya masa ini akan segera berakhir jika wacana Uang Kuliah Tunggal yang saat ini sedang dibahas oleh pihak birokrat terlaksana. Seperti yang kita ketahui, biaya Uang Kuliah Tunggal tentulah tak sama dengan biaya yang sebelumnya ini. Nantinya jika Uang Kuliah Tunggal jadi ditetapkan para mahasiswa akan dikategorikan kelas ekonominya. Dan juga masing masing dari kategori akan memiliki kuota tersendiri. Sehingga kurang adil bila nantinya tidak tepat sasaran.

Salah satu faktor penyebab wacana ini adalah tingginya Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Yang tak seimbang antara biaya masuk dari mahasiswa dengan keluarnya operasional yang cukup besar ini.

Sebagai contoh yang terjadi di UIN Maliki Malang. Uang Kuliah Tunggal UIN Maliki dipatok dalam tiga kategori saja. Yaitu kategori 1 Rp 400 ribu, kategori 2 Rp 1,5 juta dan kategori 3 Rp 2,3 juta. Pada kategori satu UIN Maliki menargetkan 5 persen mahasiswa baru berada pada kategori tersebut, sementara pada kategori dua sebanyak 10 persen dan sisanya pada kategori tiga.

Semisal terjadi seperti UIN Maliki Malang ini, maka 85 persen mahasiswa akan mendapat kategori 3, yaitu biaya per semester 2,3 juta. Sungguh jauh dengan 600 ribu. Begitulah kekhawatiran mahasiswa saat ini, tentu saja orang tua pun khawatir.

Karena, baru kemaren terasa beban BBM naik. Yang menyebabkan biaya hidup mahasiswa pun naik. Dalam segala hal, baik biaya kost dan biaya hidup. Di tambah dengan adanya wacana Uang Kuliah Tunggal ini yang akan begitu terasa menambah beban biaya pendidikan ini.

            Harapan Uang Kuliah Tunggal di tiadakan atau lebih murah dari wacana tersebut hanya tinggal bertumpu pada kebijakan Mendikbud dan Dirjen Dikti dalam memutuskan Uang Kuliah Tunggal. Ada sedikitnya tiga pilihan alternatif. Pertama, menyetujui Uang Kuliah Tunggal dengan cara hitungan yang dilakukan PTAIN, yang berarti Uang Kuliah Tunggal mahal. Kedua, Pemerintah memberikan BOPTN dalam jumlah yang lebih besar sehingga Uang Kuliah Tunggal Terjangkau, atau bangkan di hapuskan. Ketiga, Perguruan tinggi menaikkan kuota persentase kategori jika terjadi Uang Kualiah Tunggah, diharapkan banyak yang mendapat kategori bawah. Artinya menjadi murah biayanya.

Akhirnya, yang bisa kita lakukan para mahasiswa UIN SUKA ini maupun mahasiswa PTAIN yang lain adalah menungggu penetapan Uang Kuliah Tunggal yang akan segera dipastikan ketetapannya. Harapannya PTAIN ini tetap mejadi pilihan favorit calon mahasiswa baru dalam memilih program studi untuk studi lanjutnya.